Sabtu, 16 Mei 2009

GURU Sufi

Seorang guru sufi mendatangi seorang

muridnya ketika wajahnya belakangan ini
selalu tampak murung.

“Kenapa kau selalu murung, nak?
Bukankah banyak hal yang indah di dunia
ini? Ke mana perginya wajah
bersyukurmu?” sang Guru bertanya.

“Guru, belakangan ini hidup saya penuh
masalah. Sulit bagi saya untuk
tersenyum. Masalah datang seperti tak
ada habis-habisnya,” jawab sang murid
muda.

Sang Guru terkekeh. “Nak, ambil segelas
air dan dua genggam garam. Bawalah
kemari. Biar kuperbaiki suasana hatimu
itu.” Si murid pun beranjak pelan tanpa
semangat. Ia laksanakan permintaan
gurunya itu, lalu kembali lagi membawa
gelas dan garam sebagaimana yang
diminta.

“Coba ambil segenggam garam, dan
masukkan ke segelas air itu,” kata Sang
Guru. “Setelah itu coba kau minum
airnya sedikit.” Si murid pun
melakukannya. Wajahnya kini meringis
karena meminum air asin.

“Bagaimana rasanya?” tanya Sang Guru.

“Asin, dan perutku jadi mual,” jawab si
murid dengan wajah yang masih meringis.

Sang Guru terkekeh-kekeh melihat wajah
muridnya yang meringis keasinan.

“Sekarang kau ikut aku.” Sang Guru
membawa muridnya ke danau di dekat
tempat mereka. “Ambil garam yang
tersisa, dan tebarkan ke danau.” Si
murid menebarkan segenggam garam yang
tersisa ke danau, tanpa bicara. Rasa
asin di mulutnya belum hilang. Ia ingin
meludahkan rasa asin dari mulutnya,
tapi tak dilakukannya. Rasanya tak
sopan meludah di hadapan mursyid,
begitu pikirnya.

“Sekarang, coba kau minum air danau
itu,” kata Sang Guru sambil mencari
batu yang cukup datar untuk
didudukinya, tepat di pinggir danau.

Si murid menangkupkan kedua tangannya,
mengambil air danau, dan membawanya ke
mulutnya lalu meneguknya. Ketika air
danau yang dingin dan segar mengalir di
tenggorokannya, Sang Guru bertanya
kepadanya, “Bagaimana rasanya?”

“Segar, segar sekali,” kata si murid
sambil mengelap bibirnya dengan
punggung tangannya. Tentu saja, danau
ini berasal dari aliran sumber air di
atas sana. Dan airnya mengalir menjadi
sungai kecil di bawah. Dan sudah pasti,
air danau ini juga menghilangkan rasa
asin yang tersisa di mulutnya.

“Terasakah rasa garam yang kau tebarkan
tadi?”

“Tidak sama sekali,” kata si murid
sambil mengambil air dan meminumnya
lagi. Sang Guru hanya tersenyum
memperhatikannya, membiarkan muridnya
itu meminum air danau sampai puas.

“Nak,” kata Sang Guru setelah muridnya
selesai minum. “Segala masalah dalam
hidup itu seperti segenggam garam.
Tidak kurang, tidak lebih. Hanya
segenggam garam. Banyaknya masalah dan
penderitaan yang harus kau alami
sepanjang kehidupanmu itu sudah dikadar
oleh Allah, sesuai untuk dirimu.
Jumlahnya tetap, segitu-segitu saja,
tidak berkurang dan tidak bertambah.
Setiap manusia yang lahir ke dunia ini
pun demikian. Tidak ada satu pun
manusia, walaupun dia seorang Nabi,
yang bebas dari penderitaan dan
masalah.”

Si murid terdiam, mendengarkan.

“Tapi Nak, rasa `asin’ dari penderitaan
yang dialami itu sangat tergantung dari
besarnya ‘qalbu’(hati) yang
menampungnya. Jadi Nak, supaya tidak
merasa menderita, berhentilah jadi
gelas. Jadikan qalbu dalam dadamu itu
jadi sebesar danau.”

0 komentar:


Free Blogger Templates by Isnaini Dot Com and Bridal Dresses. Powered by Blogger